
Ada satu serial dokumenter di Netflix yang baru-baru ini aku tonton, judulnya: How To Get Rich. Ini adalah satu dari beberapa serial dokumenter yang menurutku jadi alasan kenapa harus rela mengeluarkan uang untuk bayar platform streaming. Banyak video yang bisa membantu kita menambah pengetahuan, atau bahkan sekedar meningkatkan kemampuan ‘listening’ dalam bahasa inggris.
Oke balik lagi ke serial dokumenternya. Jadi ‘How To Get Rich’ ini menceritakan bagaimana Remit, seorang penasihat keuangan, mengatasi berbagai masalah yang tentu saja berhubungan dengan keuangan dari berbagai orang dari berbagai latar belakang. Kebanyakan dari orang-orang ini, adalah orang yang “kaya” karena mereka mendapat penghasilan yang begitu besar, dan juga menghabiskan begitu besar, bahkan beberapa di antaranya punya hutang yang jauh lebih besar daripada penghasilannya.
Jadi, apa yang dilakukan Remit terhadap orang-orang itu? Menarik, karena sejujurnya, aku merasakan sedikit banyak cukup ‘related’ dengan kondisi mereka. Aku bisa mendapat penghasilan yang cukup besar jika dibandingkan dengan pendapatan UMR di kotaku. Namun, aku masih merasa serba kekurangan, bukan karena tidak bersyukur ya, maksudku kadang aku merasa tidak punya cukup uang untuk membeli sesuatu yang penting, atau terkadang juga merasa khawatir apakah aku sudah mempunyai tabungan yang cukup atau tidak. Namun di sisi lain, aku merasa begitu mudah menghabiskan uang untuk barang-barang yang mungkin tidak terlalu valuable, atau barang-barang yang sekedar hobi dan pensaran, yang dipakainya mungkin cuma 2-3 kali lalu disimpan dalam jangka waktu yang lama, dan ga tau apakah itu nantinya akan digunakan lagi atau tidak.
Sejujurnya, kalau ditanya apakah ini pola kebiasaan yang salah, aku memang merasa seperti itu, tapi aku ga tau salahnya di mana. Satu sisi, aku ngerasa bahwa aku perlu menikmati hidup, hasil kerja keras, tapi di sisi lain, aku ngerasa bahwa kadang aku terlalu terbawa suasana. Hingga, setelah aku nonton episode pertama dari serial ‘How To Get Rich’ ini, aku jadi tau, bahwa kesalahan keuanganku yang pertama adalah: aku tidak punya prioritas terhadap keuanganku.
Dan hampir sama seperti kebanyakan peserta lain, yang menjadi klien-nya Remit, aku masih belum punya gambaran yang jelas, tentang apa itu ‘kekayaan’ yang kalau dalam bahasa inggris bisa diterjemahkan sebagai rich atau wealthy. Maka, di epiode pertama ini, semua peserta mendapat tugas untuk membuat rancangan di sebuah jurnal, tentang apa itu hidup kaya bagi mereka. Jika mereka punya uang, apa yang ingin mereka lakukan dengan uang itu, dan bagaimana seharusnya perlakuan mereka terhadap kekayaan yang saat ini mereka miliki.
Rancangan Hidup Kaya
Oke, jadi sederhananya, aku juga ingin membuat rancangan versi aku sendiri. Ini mungkin rancangan yang singkat, tapi mudah-mudahan dapat menjadi awal fondasi bagiku untuk berpikir lagi lebih dalam dan bijaksana, terutama dalam mengambil berbagai kebijakan keuangan, hari ini, esok dan seterusnya.
Sumber pemasukan:
- Gaji / Pekerjaan Utama
- Sampingan (side-job)
Rencana sumber pemasukan tambahan:
- Jualan, ya aku pengen jualan, masih belum tau sih jualan apa, tapi yang pasti harus berhubungan sama keahlian aku di bidang ilmu komputer.
Kalau kaya, uangnya mau dipakai untuk apa:
- Pensiun. Yes, aku pengen pensiun. Tapi bukan untuk jadi pengangguran, melainkan supaya aku bisa melakukan banyak hal yang didasari oleh aktualisasi diriku sendiri, bukan karena tuntutan orang lain. Salah satunya mungkin, mewujudkan cita-cita keliling Indonesia menggunakan camper-van atau motor-home. I love driving and camping, a lot.
Untuk sementara, itu dulu. Filosofi ku itu sekarang kayaknya udah berubah dari ‘harus sempurna’ menjadi ‘ga apapa satu langkah, yang penting harus konsisten’. Semoga bisa terus posting di blog ini. Lagi pula, menulis itu banyak sekali manfaatnya.
Thanks a lot for being here. Sampai ketemu lagi di cerita berikutnya.